Kamis, 11 November 2010

Stabilitas dalam Bangunan Tingkat Tinggi

Setelah aspek perancangan arsitektural yang meliputi penentuan luas lantai dasar dan luas lantai berulang (tipikal) diperiksa dan diuji kesesuaiannya dengan kebutuhan fungsioal, maka bangunan tinggi perlu diuji stabilitasnya, terutama terhadap gempa bumi. Nah, stabilitas bangunan terhadap beban gempa dapat diperoleh dari :

a. Berat Sendiri Bangunan :

 Penahan momen guling (tumbang) gempa diperoleh dari berat sendiri bangunan, yaitu
WG= 1,2 DL + 1,6 LL
Dalam analisis stabilitas bangunan akan dihasilkan momen guling gempa
 ME = HE. hE = V. 2/3H
Dimana :

- V adalah beban geser dasar akibat gempa (SNI Gempa untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002).
- H adalah tinggi Bangunan

Momen penahan guling diperoleh dari massa bangunan :
MG = WG. d
Dimana :
    WG  adalah berat total bangunan
    d adalah jarak dari titik berat massa bangunan ke titik guling

Stabilitas bangunan akan tercapai, jika persyaratan berikut terpenuhi : MG/ ME ≥ 1,5
Jika persamaan tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan beberapa modifikasi, seperti : membuat podium, basement, dll
b. Membuat podium :
Penambahapodium n seperti gambar di bawah ini dapat memperbesar jarak ‘d’, sehingga nilai MG akan bertambah besar dan diharapkan dapat memenuhi persamaan MG/ ME ≥ 1,5
Dengan Tiang Pancang
Adanya pondasi tiang pancang pada dasar bangunan dapat lebih memperkuat bangunan, karena bangunan seakan- akan mempunyai akar yang mengikat tanah di sekitar tiang pancang. Membuat bangunan semakin kokoh dan stabil
.
c. Membuat Basement

Adanya basement pada bangunan tingkat tinggi menyebabkan penambahan nilai MG yang diperoleh dari tekanan tanah pasif (P), sehingga momen penahan guling menjadi :
MG = WG . d + P. e
Dimana :
P adalah resultan tekanan pasif tanah pada basement
e adalah titik tangkap gaya resultan terhadap muka tanah.

d. Gabungan Podium dan Basement

Penggabungan podium dan basement (dengan atau tiang pancang) pada bangunan tinggi bukan saja akan memperbesar nilai ‘d’, tapi juga nilai MG

Referensi : “Panduan Sistem Bangunan Tinggi”, karya : Ir. Jimmy S. Juwana, MSAE

Rabu, 10 November 2010

Persyaratan Ketinggian dalam Bangunan Bertingkat

Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam bangunan tinggi adalah perbandingan antara tinggi dengan lebar bangunan. Hal ini dimaksudkan agar bangunan aman terhadap gaya lateral dan proporsional. Angka nisbah yang digunakan di Indonesia untuk struktur portal bertingkat tanpa inti/ dinding geser adalah : H/B < 5
Dimana :
H adalah tinggi bangunan
B sisi bangunan terpendek

Di Amerika Serikat, angka nisbah untuk bangunan tinggi dapat mencapai nilai sekitar 9, contohnya Empire State Building di New York yang mempunyai nilai H/B = 9,3.
Gambar di bawah ini menunjukkan struktur bangunan tingkat tinggi dengan bahan beton bertulang. Terlihat bahwa portal kaku (rigid frame) hanya dapat digunakan untuk ketinggian maksimal 20 lantai. Jika bangunan ingin mencapai ketinggian sampai 50 lantai, maka portal harus diperkaku dengan dinding geser (rigid frame – shear wall). Bangunan dengan struktur beton hanya dapat digunakan maksimal sampai ketinggian 80 lantai. Hal ini disebabkan oleh berat sendiri (beban mati) beton yang relative besar.

Gambar Struktur Bangunan dengan Bahan Beton


Bangunan tinggi yang menggunakan bahan struktur baja (baja komposit) dapat digunakan sampai ketinggian 140 lantai. Nah, dapat disimpulkan bahwa bahan struktur baja lebih mampu mendukung bangunan yang lebih tinggi dibandingkan system yang sama pada struktur bangunan dengan beton. Yang perlu diperhatikan adalah baja perlu dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan bahan- bahan yang dapat meredam panas, seperti : beton ringan, gypsum, atau lapisan ‘vermiculite’. 
Gambar Struktur Bangunan dengan Bahan Baja

sumber : "Panduan Sistem Bangunan Tinggi", karya : Ir. Jimmy S. Juwana, MSAE

Selasa, 09 November 2010

Strong Column Weak Beam Concept

Mengapa harus Kolom Kuat - Balok Lemah…?

Sederhananya, dalam struktur portal/ frame kolom adalah komponen struktur yang menopang  balok, lantai, seluruh beban di lantai , dan beban lantai-lantai di atasnya. Sedangkan balok hanya komponen struktur yang menopang dan mendistribusikan beban-beban di lantai tersebut menuju kolom-kolom.

Kalau sampai kolom runtuh, maka runtuhlah seluruh system struktur di atasnya. Tapi jika balok yang runtuh maka kerusakan awal hanya terjadi di bagian balok itu saja kemudian merambat ke elemen balok yang lain dan seterusnya dan seterusnya hingga struktur benar-benar runtuh ketika tidak lagi kuat menahan beban (dalam hal ini beban geser akibat gempa).

Maka tak heran jika bangunan- bangunan tingkat tinggi di desain dengan konsep “strong column weak beam”. Jika pada suatu saat terjadi goncangan yang besar akibat gempa, kolom bangunan di desain akan tetap bertahan, sehingga orang- orang yang berada dalam Gedung masing mempunyai waktu untuk menyelamatka diri sebelum Bangunan roboh seketika. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendesai kolom yang kuat antara lain :
  dengan mengatur jarak antar sengkang, mininggikan mutu beton, dan memperbesar penampang. Serta utuk struktur bangunan dengan baja, bisa dimodifkasi sambungan hubungan antara balok dengan kolom.

 Nah, inilah jika kita salah dalam mendesai. Kesalahan kolom yang lemah dan balok yang kuat

Foto diatas adalah foto Gedung DPU, di Padang saat gempa beberapa tahun lalu. Padahal kantornya orang- orang teknik sipil loh....