Indahnya Gardu Pandang Bukit Nggeneng Rahtawu Kudus

Author : UnknownTidak ada komentar



Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus. Karena keahlian dan
ilmunya, maka Sunan Kudus diberi tugas memimpin para Jamaah Haji,
sehingga beliau mendapat gelar “Amir Haji” yang artinya orang yang
menguasai urusan para Jama’ah Haji. Beliau pernah menetap di Baitul
Maqdis untuk belajar agama Islam. Ketika itu disana sedang berjangkit
wabah penyakit, sehingga banyak orang yang mati. Berkat usaha Ja’far
Shoddiq, wabah tersebut dapat diberantas.
Atas jasa-jasanya, maka Amir di Palestina memberikan hadiah berupa
Ijazah Wilayah, yaitu pemberian wewenang menguasai suatu daerah di
Palestina. Pemberian wewenang tersebut tertulis pada batu yang ditulis
dengan huruf arab kuno, dan sekarang masih utuh terdapat di atas Mihrab
Masjid Menara Kudus.



Peran Sunan Kudus

Sunan Kudus memohon kepada Amir Palestina yang sekaligus sebagai gurunya
untuk memindahkan wewenang wilayah tersebut ke pulau Jawa. Permohonan
tersebut dapat disetujui dan Ja’far Shoddiq pulang ke Jawa. Setelah
pulang, Ja’far Shoddiq mendirikan Masjid di daerah Kudus pada tahun 1956
H atau 1548 M. Semula diberi nama Al Manar atau Masjid Al Aqsho, meniru
nama Masjid di Yerussalem yang bernama Masjidil Aqsho. Kota Yerussalem
juga disebut Baitul Maqdis atau Al-Quds. Dari kata Al-Quds tersebut
kemudian lahir kata Kudus, yang kemudian digunakan untuk nama kota Kudus
sekarang. Sebelumnya mungkin bernama
Logo Kabupaten Kudus
Sumber: http://id.wikipedia.org/


Loaram, dan nama ini masih dipakai sebagai nama Desa Loram sampai
sekarang. Masjid buatan Sunan Kudus tersebut dikenal dengan nama masjid
Menara di Kauman Kulon. Sejak Sunan Kudus bertempat tinggal di daerah
itu, jumlah kaum muslimin makin bertambah sehingga daerah disekitar
Masjid diberi nama Kauman, yang berarti tempat tinggal kaum muslimin.



Cerita Rakyat

Ada cerita rakyat di Kudus tentang 'apa sebab masyarakat Kudus sampai
sekarang tidak menyembelih sapi'?. Sebelum kedatangan Islam, daerah
Kudus dan sekitarnya merupakan Pusat Agama Hindu. Dahulu Sunan Kudus
ketika dahaga pernah ditolong oleh seorang pendeta Hindu dengan diberi
air susu sapi. Maka sebagai rasa terima kasih, Sunan Kudus waktu itu
melarang menyembelih binatang sapi dimana dalam agama Hindu, sapi
merupakan hewan yang dimuliakan.



Hari Jadi Kota Kudus

Hari Jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan
diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang Hari
Jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati
Kolonel Soedarsono. Hari jadi Kota Kudus dirayakan dengan parade,
upacara, tasyakuran dan beberapa kegiatan di Al Aqsa / Masjid Menara
yang dilanjutkan dengan ritual keagamaan seperti doa bersama dan tahlil.





Asal nama

Nama "Kudus" berasal dari bahasa Arab yang berarti Suci. Kudus bukan
satu-satunya kabupaten yang menyandang nama Arab di Tanah Jawa karena
Kabupaten Demak dan Kabupaten Kendal juga berasal dari Bahasa Arab.



Sejarah

Kudus awalnya desa kecil di tepi Sungai Gelis, bernama Desa Tajug. Warga
hidup dari bertani, membuat batu bata, dan menangkap ikan. Setelah
kedatangan Sunan Kudus, desa kecil itu dikenal sebagai Al-Quds yang
berarti Kudus. Sunan Kudus yang gemar berdagang menumbuhkan Kudus
menjadi kota pelabuhan sungai dan perdagangan di jalur perdagangan
Sungai Gelis -> Sungai Wulan -> Pelabuhan Jepara.



Pedagang dari Timur Tengah, Tiongkok, dan pedagang antar pulau dari
sejumlah daerah di Nusantara berdagang kain, barang pecah belah, dan
hasil pertanian di Tajug. Warga Tajug juga terinspirasi filosofi yang
dihidupi Sunan Kudus, Gusjigang. Gus berarti bagus, ji berarti mengaji,
dan gang berarti berdagang. Melalui filosofi itu, Sunan Kudus menuntun
masyarakat menjadi orang berkepribadian bagus, tekun mengaji, dan mau
berdagang. Dari pembauran lewat sarana perdagangan dan semangat
”gusjigang” itulah masyarakat Kudus mengenal dan mampu membaca peluang
usaha. Dua di antaranya usaha batik dan jenang.



Berdirinya Masjid Menara Kudus sebagai Hari Jadi Kabupaten Kudus. Masjid
Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan
pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus
memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau
mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah
masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama
Hindu dan Budha. Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang
dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara
Kudus ini. Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini
dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm
dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam
bahasa Arab.


Sumber: http://id.wikipedia.org/


Sumber: http://legendaraya.blogspot.com/





Kudus dalam Angka (Kudus in figure 2015) by Mohammad Hartadi on Scribd

Artikel Terkait

Posted On : Kamis, 15 Juni 2017Time : 07.38
SHARE TO :
| | Template Created By : Binkbenks | CopyRigt By : My Blog | |
close
Banner iklan disini
> [Tutup]