Author : UnknownTidak ada komentar
Dahulu kala Kota palembang di kelilingi 108 anak sungai dengan Sungai Musi sebagai induknya. Untuk menjaga keamanan wilayah diperlukan sebuah perahu yang larinya cepat. Kesultanan Palembang lalu membentuk patroli sungai dengan menggunakan perahu yang disebut dengan perahu pancalang, berasal dari kata Pancal berarti lepas landas dan lang/ilang berarti menghilang. Makna pancalang berarti perahu yang cepat menghilang.
Menurut para ahli sejarah, perahu Pancalang inilah asal muasal lahirnya perahu bidar. Agar terjaga kelestarian perahu bidar, digelarlah lomba perahu bidar yang berlangsung sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam. Lomba ini sering disebut wong doeloe dengan sebutan “kenceran”.
Perahu ini dikayuh 8-30 orang, bermuatan sampai 50 orang. Perahu ini memiliki panjang 10 sampai 20 meter dan lebar 1,5 sampai 3 meter. Karena dapat memuat banyak orang, Pancalang juga digunakan sebagai alat angkutan transportasi sungai. Raja-raja dan pangeran kerap pula menggunakan pancalang untuk plesiran.
Gambaran bentuk pancalang diungkapkan secara detil dalam buku Ensiklopedi Indonesia NV, terbitan W Van Hoeve Bandung’s Gravenhage. Dalam buku itu disebutkan Pancalang perahu tidak berlunas, selain sebagai perahu penumpang, ia juga dijadikan sarana untuk berdagang di sungai. Atapnya berbentuk kajang, kemudinya berbentuk dayung dan digayung dengan galah atau bambu.
Kini, tampilan perahu bidar sedikit berbeda dengan masa Kesultanan Palembang. Ada dua jenis yang kini dikenal. Pertama, perahu bidar berprestasi. Perahu ini memiliki panjang 12,70 meter, tinggi 60 cm, dan lebar 1,2 meter. Jumlah pendayung 24 orang, terdiri dari 22 pendayung, 1 juragan serta 1 tukang timba air. Perahu ini dapat dilihat setiap 17 Juni, bertepatan dengan hari jadi kota Palembang. Jenis kedua perahu bidar tradisional. Perahu ini memiliki panjang 29 meter, tinggi 80 cm, dan lebar 1,5 meter. Jumlah pendayung 57 orang, terdiri dari 55 pendayung, 1 juragan perahu serta 1 tukang timba air.
Perahu ini dapat disaksikan pada setiap Agustusan, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam puncak acara Festival Musi. Festival Musi terkadang juga diikuti dengan lomba perahu hias, lomba bidar mini dan renang alam. Ribuan penonton menyaksikan lomba tersebut dari kedua sisi sungai dan Jembatan Ampera.
Artikel Terkait
Posted On : Minggu, 14 Oktober 2012Time : 00.54