Author : UnknownTidak ada komentar
Jika Anda penggemar setia kopi, dan ingin menikmati kopi dengan nuansa tempo dulu, datanglah ke Kedai Kopi Es Tak Kie, di kawasan Petak Sembilan, Glodok, tepatnya di Gg Gloria, RT 02/06, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Di tempat ini selain bisa menikmati es kopi, kita juga akan dibawa ke romantisme di era sebelum kemerdekaan saat kedai itu didirikan.
Ya, di kawasan Pecinan bergang sempit yang panjangnya kurang lebih 100 meter tersebut, Kedai Kopi Es Tak Kie itu telah berdiri sejak tahun 1927 dengan menu andalan es kopi yang hanya dihargai Rp 10.000 dan es kopi susu yang cuma dibanderol Rp 11.000 per gelas.
Nuansa masa lalu memang terasa kental saat pertama kali menginjakkan kaki di kedai tersebut. A Yau alias Latif Yunus (62), pemilik kedai kopi yang merupakan generasi ketiga dari keluarga Lion Tjoen yang kini mengelola kedai kopi bersama adik iparnya, Aping, memang sengaja mempertahankan nuansa tempo dulu. Itu terlihat dengan kursi dan meja yang sudah ada sejak kedai berdiri dan sampai saat ini tetap dipertahankan, serta dindingnya yang dikelilingi foto-foto zaman dahulu.
A Yau mengatakan, kedai kopi yang dikelolanya sudah mulai dirintis oleh kakeknya sejak tahun 1927. Tapi saat itu hanya berupa warung kecil layaknya warung kopi yang biasa bertebaran di mana-mana. Namun, berkat kerja keras leluhurnya, usaha itu terus berkembang dan telah memiliki banyak pelanggan fanatik.
Banyaknya pelanggan yang datang, membuat pundi-pundi uang pun berdatangan. Bahkan, pada tahun 1990 kedai itu pun mampu membeli ruko di gang tersebut, dan pindah dari tempat sebelumnya yang semula di depan gang sempit.
Disinggung soal racikan kopi yang jadi ciri khasnya, A Yau, mengaku meracik lima jenis kopi unggulan menjadi satu yang salah satunya kopi robusta.
“Soal masalah itu saya pikir tidak ada yang spesial. Tapi yang membedakan dengan warung kopi atau kafe kopi lainnya hanya jenis kopinya saja, yang memang spesial dan sangat terpilih. Selain itu takaran gula dengan kopi serta es juga harus pas. Bicara cara meraciknya sama dengan meracik kopi pada umumnya, yaitu kopi diseduh dengan air panas dicampur gula pasir kemudian diaduk dan diberi bongkahan es batu. Jadi hanya itu resepnya,” ungkap A Yau
A Yau menambahkan, ketenaran kedai kopinya membuat tempat itu sering dikunjungi aktor film tahun 60-an seperti Tan Cheng Bok, kemudian komikus terkenal Kho Wan Gie. Bahkan kedai kopinya juga sering dijadikan tempat syuting film salah satunya film Dewi-Dewi yang dibintangi Wulan Guritno, karena setting tempatnya yang sangat pas dengan suasana tempo dulu.
Ketenarannya pun sudah sampai keluar negeri dengan pelanggan tetap ada yang dari Korea, Cina dan Jepang, yang bila berkunjung ke Indonesia, ungkap A Yau, orang-orang dari negara tersebut pasti mampir ke kedainya untuk menikmati es kopi atau es kopi susu.
Namun, untuk menyiasati persaingan dan menangkap peluang pasar, sejak tahun 1990 kedai kopi yang mempekerjakan tujuh karyawan itu, juga menyajikan bubur ayam, nasi tim ayam dan bakmie dengan omzet Rp 3 juta lebih perhari. “Sebenarnya untuk penghasilan tidak begitu banyak. Kami tetap mempertahankannya untuk menjaga warisan leluhur kami dan pelanggan saja,” terang A Yau.
Yolanda (40) satu pelanggan mengatakan, es kopi di tempat tersebut berbeda dengan di tempat lain. Menurutnya, cita rasa dari kopi tersebut terasa segar dan manis, terlebih disajikan tanpa ampas.
“Saya peminum kopi dari mulai remaja hingga saat ini. Saya sudah merasakan banyak minum kopi baik itu dari yang dijual di kafe maupun restoran atau hotel, dan umumnya rasanya tidak jauh beda. Tapi kalau minum di sini sangat jauh berbeda rasanya. Rasa kopinya membuat kepala yang pusing hilang saat itu juga,” tandasnya.
Artikel Terkait
Posted On : Minggu, 21 Oktober 2012Time : 01.27