Contoh Alat-Alat Surveying Untuk Pemetaan

Author : UnknownTidak ada komentar

Contoh Alat-Alat Surveying Untuk Pemetaan

Alat Ukur Sederhana

Galah ukur

Galah ukur dibuat dari kayu kering panjang 3 m atau 5 m berbentuk oval dengan tebal bagian tengah 5 cm dan bagian ujung 3 cm.
Galah ukur biasanya dipakai oleh petugas Agraria untuk pengukuran lahan milik.
Pengukuran dengan galah ukur pada tempat datar biasanya digunakan dua galah.

Rantai Ukur

Rantai ukur terdiri dari mata-mata rantai yang dibuat dari kawat baja atau besi dengan tebal 3 atau 4 mm.
Tiap panjang 0,5 m dihubungkan dengan gelang yang berlainan dan tiap 1 m dihubungkan dengan gelang kuningan.
Tiap panjang 5 m diberi gelang yang berlainan baik ukuran atau warnanya.
Panjang rantai ini ada yang 10 m, 20m, dan 30 m.

Pita Ukur

Pita Ukur
Pita ukur ada yang terbuat dari kain atau dari plat baja.
Pita ukur dari kain dibuat dengan lebar 2 cm dan  panjangnya ada yang 10 m, 20 m dan 30 m.
Pita ukur baja dibuat dari baja dengan lebar 2 cm, tebal 0,4 mm dan panjangnya ada yang 20 m, 30 m, sampai 50 m.

Kompas Suunto

Kompas digunakan sebagai alat pengukur sudut di lapangan dengan mengacu kepada salah satu kutub magnet bumi. Tingkat ketelitian adalah 1/3°, pembagian derajat 1/2° dan berat kompas hanya 115 g.

Suunto Klinometer

Klinometer
Suunto genggam handheld klinometer merupakan alat  praktis yang umum digunakan di seluruh dunia oleh para surveyor, insinyur, pembuat peta, para geologis, buruh tambang, arsitek dan orang banyak untuk mengukur ketinggian, sudut vertikal dan kemiringan secara cepat dan mudah.

ALAT UKUR OPTIS

Alat ukur optis terdiri dari :

Statif, tempat meletakkan instrument

Contoh Statif
Statif adalah alat untuk mendirikan instrument terdiri dari kaki tiga dari kayu atau dari aluminium.
Bagian atas berupa alat datar atau lengkung yang ditengah-tengahnya berlubang tempat sekrup guna menghubungkan instrument dengan statif tersebut.
Ujung bawah sekrup terdapat kait gunanya untuk menggantungkan unting-unting.

Rambu, (baak/mistar)

Alat ini berupa papan kayu atau logam (aluminium) yang dicat merah-putih atau hitam-putih.
Panjangnya biasanya 3 m dan dapat dilipat menjadi dua dengan pertolongan engsel atau dapat diperpendek seperti sistem antena.
Sekalanya umumnya berbentuk huruf E dengan segala variasinya.
Rambu

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada rambu adalah :

  1. Rambu harus dipegang tegak (ada yang menggunakan nivo atau unting-unting).
  2. Rambu harus dipegang, tidak boleh disandarkan.
  3. Rambu berdiri tepat di atas titik ukur.

Jalon

Jalon adalah tiang atau tongkat yang akan ditegakkan pada kedua ujung jarak yang diukur. Jalon terbuat dari kayu atau pipa besi, dimana agar tampak jelas maka jalon diberi warna merah putih menyolok. Selang seling warna merah putih tersebut sekitar 25 cm – 50 cm.

Instrument (dapat berupa waterpass, theodolit atau BTM)

Instrumen - alat ukur optis dapat berupa :

  1. Waterpass, 
  2. Theodolite atau Boussole Tranche Montagne (BTM). 
  3. Total Station
  4. Smart Station. 


  • Pada waterpass hanya terdapat satu sumbu saja yaitu tegak atau sumbu I sedang pada theodolite dst terdapat dua sumbu yaitu sumbu I dan sumbu II yang dapat menggerakkan teropong arah vertikal. Instrumen yang akan dibahas adalah theodolit.

Alat bantu lainnya seperti payung, kompas tangan, patok, palu dan lain-lainnya.

Theodolite

Teropong Theodolite
Theodolite

Di dalam teropong terdapat lensa pembantu yang dapat digerakkan dengan sekrup focus untuk membuat garis menjadi kontras. Dengan adanya lensa tersebut panjang teropong menjadi tetap.
Di dalam tabung diafragma terdapat benang diafragma yang berupa satu garis vertikal dan dua garis horizontal yang digariskan pada kaca diafragma. Benang-benang tersebut digunakan untuk membidik sasaran dan untuk mengukur jarak. Dalam keadaan normal titik tengah lensa okuler, titik potong benang silang tengah dan titik tengah lensa objective merupakan satu garis.

KETELITIAN 

Theodolit  tipe T0 termasuk dalam kategori alat tidak teliti (ketelitian bacaan sudut ± 1’ dan ketelitian bacaan jarak ± 1 cm).
Perkembangan teknologi Theodolit tipe T1 (agak teliti), tipe T2 (teliti), tipe T3 (teliti sekali) dan tipe T4 (sangat teliti).
Theodolit tipe T4, ketelitian bacaan sudut ± 0,1” (Nol koma satu detik) dengan ketelitian bacaan jarak 0,1 mm
Muncul baru generasi Total Station dan Smart Station.

Total Station

Total Station merupakan teknologi alat yang menggabungkan secara elektornik antara teknologi theodolit dengan teknologi EDM (Electronic Distance Measurement).
EDM merupakan alat ukur jarak elektronik yang menggunakan gelombang elektromagnetik sinar infra merah sebagai gelombang pembawa sinyal pengukuran dan dibantu dengan sebuah reflektor berupa prisma sebagai target (alat pemantul sinar infra merah agar kembali ke EDM).
Smart Station merupakan penggabungan Total Station dengan GPS Geodetic.

Perbandingan T0 dan TS

Ketelitian bacaan ukuran sudut T0 yaitu : 1’ sedangkan TS jauh lebih teliti yaitu : 1”? .
Ketelitian bacaan ukuran jarak T0 yaitu berkisar ± 1 Cm sedangkan TS jauh lebih teliti yaitu berkisar antara 0,1 Cm – 0,01Cm.

Kemampuan jarak yang diukur oleh TS rata-rata 3.000 meter, sedangkan jarak optimal T0 yaitu 200 meter.
Sumber kesalahan yang bisa dieliminasi atau dihindari dalam pengukuran dengan TS diantaranya yaitu kesalahan kasar (blunder). Kesalahan blunder yaitu kesalahan yang diakibatkan karena kelalaian manusia, contoh diantaranya yaitu : salah baca, salah tulis dan salah dengar.
Kemampuan membaca, menginterpolasi bacaan rambu ukur, menginterpolasi bacaan arah azimuth kompas pada alat T0 setiap orang berbeda beda. Kondisi lelah pun bisa mengakibatkan salah membaca dan salah mendengar.

Pada TS bacaan arah, sudut dan bacaan jarak sudah ditampilkan otomatis pada tampilan layar, bahkan dapat tersimpan secara otomatis dalam memori alat ukur.
Pengolahan data ukuran TS dilengkapi dengan software yang telah disediakan oleh pabrikan, sehingga pengolahan data lebih cepat.
Data ukuran jarak, sudut, azimuth dan koordinat tersimpan di memory alat. Pada beberapa jenis TS, sketsa titik-titik yang diukur dapat ditampilkan posisinya pada layar monitor alat.
Akan tetapi untuk tujuan backup data, dapat pula dilakukan pencatatan pada buku ukur untuk data ukuran TS.

Data ukuran dari T0 harus dicatat dan digambar pada buku ukur, sehingga menambah waktu pekerjaan dibandingkan dengan TS.
Format data hasil ukuran Total Station sudah bisa diaplikasikan langsung dengan program GIS dan digabungkan dengan data GPS.

Data hasil ukuran T0 merupakan data mentah dan harus dilakukan pengolahan data terlebih dahulu.
Kesalahan Kolimasi (garis bidik tidak sejajar dengan sumbu II), kesalahan index vertikal sudah diset Nol sehingga tidak perlu pengaturan lagi.
Pada alat T0 harus dilakukan pengecekan kolimasi dan index vertikal sebelum alat digunakan, sehingga apabila terjadi kesalahan secepatnya dilakukan koreksi sebelum alat tersebut dipakai dalam pengukuran di lapangan.

Pada proses pengukuran stake out atau pencarian titik atau rekonstruksi, TS lebih memudahkan pelaksana dalam mencari titik-titik tersebut. Dengan memasukan koordinat acuan titik dan data jarak dan sudut yang diketahui, maka pencarian titik tersebut lebih mudah, karena alat TS menghitung secara otomatis posisi prisma berdiri.
Pada T0 harus dilakukan perhitungan dengan kalkulator untuk mendapatkan posisi yang paling tepat.
Pada kondisi cahaya redup ataupun gelap, pengukuran masih bisa dilaksanakan karena TS menggunakan teknologi infra merah.

Dengan Theodolite sangat sulit dilakukan khususnya dalam membaca rambu, serta membaca sudut horisontal dan sudut vertikal.
Atraksi lokal yang disebabkan oleh benda-benda logam di sekitarnya berpengaruh terhadap kondisi bacaan yang ditunjukan oleh kompas (T0).
Total Station tidak dipengaruhi oleh atraksi lokal tersebut.

Kesalahan Juru Ukur

Kesalahan juru ukur yang sering terjadi dalam pengukuran umumnya disebabkan oleh :

  1. kekurang hati-hatian (ceroboh), 
  2. kurang pengalaman, dan 
  3. kejemuhan yang terjadi karena keletihan. 

Kesalahan yang sering terjadi


  • Kesalahan penempatan rambu ukur. Kesalahan ini mengakibatkan data pengukuran tidak pada titik ukur yang kita harapkan sehingga data dan informasi tidak sesuai dengan titik koordinat yang seharusnya.
  • Kesalahan tegak rambu. Gerakan arah kanan dan kiri dari pemegang rambu umumnya dapat dikontrol oleh pengukur (pembaca alat) dengan baik, namun untuk arah muka atau belakang rambu tersebut sulit diketahui. 
  • Apabila rambu ukur tersebut miring maka data pembacaan akan menjadi salah. Untuk menghindari kesalahan ini sebaiknya pada rambu diberi sebuah nivo kotak atau anting (bandul) agar tegaknya rambu dapat dikontrol oleh pemegang rambu.
  • Kesalahan pembacaan rambu. Bentuk kesalahan ini adalah yang paling umum terjadi pada pengukuran sipat datar, misalnya kesalahan pembacaan titik desimal, kesalahan membaca harga ukuran, dan kesalahan arah besaran rambu.
  • Kesalahan pembacaan benang silang. Umumnya kesalahan pem-fokus-an dari bayangan akan menjadikan salah pengertian dalam melihat benang silang atau siang garis pada rambu. Hal ini juga dimungkinkan karena pandangan mata yang kurang tajam.
  • Kesalahan pembukuan. Kesalahan ini dapat terjadi karena kekurang-tajaman pendengaran pencatat data atau salah interpretasi sehingga data yang dituliskan ke dalam buku ukur menjadi salah, misalnya 2.345 menjadi 2.435.
  • Kesalahan pemasukan data. Kelebihan ataupun kurang cermatnya pengukur serta tidak terbentuknya kerja sama yang baik antara pengukur dan pencatat data akan menimbulkan kesalahan yang fatal dalam memasukkan data ke dalam kolom yang salah. Hal ini sesungguhnya tidak perlu terjadi seandainya kordinasi dan perencanaan terlebih dahulu dilakukan dengan baik.
  • Kesalahan penetapan gelembung nivo. Kecerobohan pengukur dalm penempatan gelembung nivo ataupun dalam memperkokoh kedudukan statip di atas tanah yang lembek akan menimbulkan pergeseran gelembung. Akibatnya, hasil pengukuran juga akan mengalami pergeseran kedudukan dari yang sesungguhnya.
  • Kesalahan garis bidik. Untuk alat ukur sipat datar yang telah diatur dengan baik, apabila gelembung telah berada di tengah nivo, maka garis bidik haruslah mendatar. Dengan sendirinya jika hal tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi perolehan data pembacaan rambu yang salah.

Keadaan alam

Keadaan alam yang paling berpengaruh pada pengukuran adalah suhu, tekanan udara serta kelembaban udara.
Selain berpengauh kepada stamina juru ukur juga memiliki efek pada pemuaian alat ukur dan efek melengkungnya sinar yang masuk ke dalam teropong sejak mulai dari target yang dibidik (refraksi).
Untuk mengantisipasi gangguan alam tersebut para juru ukur melindungi alat ukur dari panas matahari langsung dengan payung.

GPS

GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat.
Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan cuaca, bagi banyak orang secara simultan.
Saat ini GPS sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang aplikasi.

Kemampuan GPS

Kemampuan GPS dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat, murah.
Ketelitian dari GPS dapat mencapai beberapa mm untuk ketelitian posisinya, beberapa cm/s untuk ketelitian kecepatannya dan beberapa nanodetik untuk ketelitian waktunya.
Ketelitian posisi yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor yaitu metode penentuan posisi, geometri satelit, tingkat ketelitian data, dan metode pengolahan datanya.

Tipe GPS

Ada 3 macam tipe alat GPS, dengan masing-masing memberikan tingkat ketelitian (posisi) yang berbeda-beda.

  1. GPS tipe Navigasi (Handheld, Handy GPS) Harganya cukup murah, sekitar 1 - 4 juta rupiah, namun ketelitian posisi yang diberikan saat ini baru dapat mencapai 3 sampai 6 meter.  
  2. GPS tipe geodetik single frekuensi (tipe pemetaan), yang biasa digunakan dalam survey dan pemetaan yang membutuhkan ketelitian posisi sekitar cm sampai dengan beberapa desimeter. 
  3. GPS tipe Geodetik dual frekuensi yang dapat memberikan ketelitian posisi hingga mencapai milimeter. Tipe ini biasa digunakan untuk aplikasi precise positioning seperti pembangunan jaring titik kontrol.

Faktor yang  mengakibatkan error pada receiver


  • Delay di  ionosphere dan troposphere: sinyal satelit melambat begitu melewati atmosfir bumi; 
  • Signal ultipath: terjadi ketika sinyal GPS dipantulkan oleh gedung tinggi atau permukaan padat sebelum  sinyal mencapai receiver. Ini menambah lama waktu perjalanan sinyal, karena itu menyebabkan error; 
  • Error pada clock di receiver: Built-in Clock di receiver tidak seakurat atomic clock yang  ada di satelit GPS. Maka dari itu, akan mudah terjadi error dalam penentuan waktu; 
  • Orbital ephemeris error, terjadi akibat ketidakakuratan laporan lokasi satelit; 
  • Jumlah satelit terlihat: Semakin banyak satelit yang dapat “dilihat” oleh receiver, semakin akurat informasi yang didapat. Bangunan, kontur bumi, interferensi peralatan elektronika atau bahkan rimbun dedaunan dapat mengganggu penerimaan sinyal yang menyebabkan kesalahan posisi. Receiver biasanya tidak bisa bekerja di dalam ruangan, di dalam air atau di bawah tanah; 
  • Geometri satelit: Ini merujuk pada posisi relatif satelit di suatu waktu tertentu. Geometri satelit ideal terjadi ketika satelit berada di sudut yang lebar relatif terha-dap satelit lainnya. Geometri yang buruk terjadi  etika satelit berada pada satu garis atau jarak yang terlalu dekat dengan yang lain

Hal-hal yang perlu diperhatikan


  • Sebelum berangkat ke lapangan untuk setiap harinya perlu dilakukan pengecekan SETUP parameter. Pengecekan mutlak dilakukan setelah penggantian baterai.
  • Pemilihan lokasi pengukuran yaitu : lokasi sebaiknya terbuka, hindari jalur transmisi tegangan tinggi dan juga stasiun pemancar radio.
  • Pengoperasian alat sangat tergantung pada RECEIVER yang dipakai dan metode pengukuran yang dilakukan. Demikian pula dengan ketelitian hasil yang diharapkan. Untuk pengukuran dengan metode absolute, sebaiknya satu titik diambil beberapa kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata. Hasil pengukuran sebaiknya disimpan dalam memori alat dan juga dicatat dalam buku kerja. 

Daftar Pustaka:
Senawi, Sahid, W. Wardhana, 2011. Survei & Pemetaan Hutan. Cakrawala Media, Yogyakara.
Bernhardsen, T., 1999. Geographic Information Systems: an introduction. John Wiley and sons chapter 1.


Artikel Terkait

Posted On : Senin, 21 November 2016Time : 20.18
SHARE TO :
| | Template Created By : Binkbenks | CopyRigt By : My Blog | |
close
Banner iklan disini
> [Tutup]