Author : UnknownTidak ada komentar
SEPUTARKUDUS.COM, GULANG - Tak jauh dari pintu samping rumah di Desa Gulang, Kecamtan Mejobo, seorang lelaki renta keriput bertelanjang dada duduk memegang anyaman bambu di tangannya. Dia tampak menjahit anyaman bambu yang akan dibuat menjadi caping kalo. Caping tersebut bagian dari pakaian adat Kudus yang dikenakan di kepala. Lelaki renta itu bernama Kamsin, pembuat caping kalo terakhir yang kini masih tersisa.
Mbah Kamsin, warga Gulang, Kecamatan Mejobo, membuat caping kalo pakaian adat Kudus. Foto-foto: Imam Arwindra |
Kepada Seputarkudus.com, Mbah Kamsin, begitu dirinya akrab disapa, mengaku sudah membuat caping kalo sejak kecil. Keterampilannya membuat kerajinan tersebut dia warisi dari ayahnya, Senen. Ayahnya belajar membuat piranti pakaian adat Kudus tersebut dari kakeknya, Surojami.
"Anak saya tidak ada yang mau meneruskan pembuatan caping kalo. Jadi saya ini orang terakhir yang membuat caping kalo," ujar Mbah Kamsin yang tak lagi ingat berapa usianya saat ini, saat ditemui di rumahnya belum lama ini.
Kamsin memiliki 12 anak yang semuanya tidak bersedia membuat kerajinan caping kalo. Menurut anaknya, jerih payah membuat caping kalo tak sebanding dengan hasil yang didapat. Karena membuat satu caping dibutuhkan waktu hingga dua hari dengan ketelitian dan kesabaran. Dan kini caping tersebut tak banyak dibutuhkan masyarakat.
"Harga satu caping Ro 250 ribu. Caping kalo hanya bisa dijual pada saat-saat tertentu. Misalnya saat Hari Kemerdekaan RI atau saat ada pameran dan acara pemerintah Kudus. Makanya mereka (anak-anak) tidak mau (membuat caping)," ujar Mbah Kamsin.
Menurutnya, membuat caping kalo dibutuhkan kesabaran. Ada banyak bagian yang harus dibuat secara teliti karena memiliki detil-detil khusus. “Berlatih membuat ini (caping calo) harus sabar. Kalau tidak sabaran ya pasti tidak bisa,” ungkap Mbah Kamsin.
"Anak saya tidak ada yang mau meneruskan pembuatan caping kalo. Jadi saya ini orang terakhir yang membuat caping kalo," ujar Mbah Kamsin yang tak lagi ingat berapa usianya saat ini, saat ditemui di rumahnya belum lama ini.
Caping kalo pakaian adat Kudus. |
Kamsin memiliki 12 anak yang semuanya tidak bersedia membuat kerajinan caping kalo. Menurut anaknya, jerih payah membuat caping kalo tak sebanding dengan hasil yang didapat. Karena membuat satu caping dibutuhkan waktu hingga dua hari dengan ketelitian dan kesabaran. Dan kini caping tersebut tak banyak dibutuhkan masyarakat.
"Harga satu caping Ro 250 ribu. Caping kalo hanya bisa dijual pada saat-saat tertentu. Misalnya saat Hari Kemerdekaan RI atau saat ada pameran dan acara pemerintah Kudus. Makanya mereka (anak-anak) tidak mau (membuat caping)," ujar Mbah Kamsin.
Menurutnya, membuat caping kalo dibutuhkan kesabaran. Ada banyak bagian yang harus dibuat secara teliti karena memiliki detil-detil khusus. “Berlatih membuat ini (caping calo) harus sabar. Kalau tidak sabaran ya pasti tidak bisa,” ungkap Mbah Kamsin.
Menurutnya dulu ada warga Dawe yang belajar membuat caping kalo di desanya. Namun mereka hanya bertahan dua pekan karena tidak sabar. Dia mengaku siap untuk mengajari siapa saja yang ingin berlatih membuat caping kalo di sisa umurnya.
Di Desanya, kata Mbah Kamsin, dulu banyak yang bisa membuat caping kalo. Kebanyakan warga bisa membuat namun sebagian besar dari mereka kini sudah tiada. Dia hanya mengingat beberapa nama yang masih bisa membuat caping kalo di desanya. Mereka di antaranya Kardi, Sukram, Jaeni dan Rudipah.
“Jaeni dan Rudipah masih hidup. Namun Jaeni talinya pakai senar tidak pakai duk (serabut pohon aren). Rudipah dia hanya membuat sulonya (bagian atas caping kalo berbentuk anyaman bambu tipis),” jelasnya.
“Jaeni dan Rudipah masih hidup. Namun Jaeni talinya pakai senar tidak pakai duk (serabut pohon aren). Rudipah dia hanya membuat sulonya (bagian atas caping kalo berbentuk anyaman bambu tipis),” jelasnya.
Artikel Terkait
Posted On : Rabu, 02 November 2016Time : 05.05